Tuesday, June 14, 2016


Sample of My German-Indonesian Translation of a Text on Anthropology


Source Text:



Target Text:


I. TANAH ASAL SUKU ABUNG 
(Lihat Lampiran 1) 

Lingkungan hidup masyarakat Abung sekarang ini dibagi menjadi sembilan belas suku yang terbentuk melalui dataran-dataran yang sangat luas yang membentang dari leren-lereng pegunungan Lampung yang tertutup oleh hutan hujan tropis lebat di Barat hingga pantai Laut Jawa yang berawa-rawa di Timur.
Dataran rendah luas ini di masa sekarang masih membentang tertutup oleh hutan purba yang tidak begitu lebat. Lapisan alluvial tanah endapan yang luas ini relatif tipis. Di antara pulau-pulau dengan hutan purba selebihnya selalu terdapat banyak ladang alang-alang. Rumput yang sama sekali tidak bermanfaat bagi manusia dengan bilah-bilah daun setajam pisau sejauh mata memandang menutupi area sangat luas dari dataran rendah ini. Udara panas membakar menyatu di atas lautan rumput ini dan mencekik setiap kehidupan manusia. Seringkali orang menyaksikan area padang rumput yang sangat luas ini terbakar menjadi lautan api. Siapa pun menyulut api pada selembar bilah daun rumput dengan cepat nyala melahap masuk ke dalam dataran ini. Berhari-hari api itu kemudian mengamuk. Namun demikian, tidak lama setelah tanah kembali dingin alang-alang kembali tumbuh dari akar-akar yang tidak rusak oleh api. Setelah kebakaran tanah yang luas itu pun tetap tidak berguna bagi manusia.
Di wilayah ini terdapat pemukiman-pemukiman orang Abung hampir tanpa perkecualian di sepanjang sungai-sungai.
Pertama di sebelah selatan jalur yang bisa kita ditarik dari hulu Wai Seputih melalui pemukiman Sukadana hingga laut timur karakter lahan ini mengalami perubahan. Lahan ini lebih sesuai untuk pengembangan lahan intensif. Tetapi sampai di sini suku-suku Abung tidak lagi melakukan penetrasi. Di sini mulai masuklah ke area ini penduduk Pubian yang lebih tua sebelum orang Abung lebih dalam masuk ke Selatan. Hanya di Selatan, sebelah selatan Sukadana, suku Abung Unji di masa sebelumnya berhasil lebih dalam menerobos masuk ke sisi Pubian.
Namun demikian, perusakan tanpa batas terhadap lingkungan hidup suku-suku Abung di dataran ini hanyalah akibat dari pembukaan lahan oleh masyarakat-masyarakat ini. Suku-suku Abung mempertahankan bentuk perekonomian mereka hingga sekarang dengan hidup dari pembakaran hutan untuk membuka lahan yang mereka lakukan sejak dahulu. Di sini di area ini tidak lagi terdapat tanah vulkanik yang subur yang memungkinkan regenerasi hutan yang telah rusak itu di dalam waktu dekat. Tanah alluvial tipis itu ...

 ... penebangan pertama kali dan keberhasilan pembukaan ladang, ladang padi gogo, tidak lagi terjadi. Oleh karena itu, rumput alang-alang, pengganggu tanah, meluas pada ladang-ladang yang dibiarkan rusak. Lambat-laun hutan kembali semakin banyak mengalami kerusakan oleh kapak tebang orang Abung dan rumput alang-alang tumbuh memenuhi ladang padi gogo setelah sekali panen.
Singkat kata, ini adalah gambaran yang diberikan oleh dataran rendah di antara lereng-lereng Gunung Abung dengan ketinggian hampir 2.200 m di Barat, pantai di Timur, jalur Gunung Sugih-Sukadana di Selatan dan rawa-rawa perbatasan utara di sungai Tulang Bawang. Jika kita tidak memperhatikan suku-suku Abung utara di Tulang Bawang yang saat in secara luas hidup dari memancing dan juga suku-suku saudara mereka di utara persekutuan Buwei Lima, masih tersisa masa bear sembilan suku Abung di Selatan, yang sekarang ini masih hidup semata-mata dari pembukaan ladang dengan pembakaran hutan. Jika kita membandingkannya dengan derajat pembentukan padang rumput (steppization) di daerah-daerah ini, muncullah kesimpulan bahwa wilayah ini belum bisa mendukung kehidupan banyak generasi orang Abung. Secara keseluruhan jumlah masyarakat Abung sekarang ini sekitar 200.000 jiwa. Jadi, muncullah pertanyaan tentang asal-usul masyarakat ini. –Laut terletak di Timur. Berdasarkan pada gambaran budaya masyarakat ini secara keseluruhan, pendudukan awal tanah ini terjadi melalui Abung dari seberang laut. Di wilayah selatan terdekat hidup suku Pubian yang lebih kecil hingga saat ini dan datang melalui suku-suku Abung dari Utara dan juga melalui suku-suku Paminggir dari pantai Selatan Sumatra dengan budaya tinggi dan intensif dari Selatan. Jadi, wilayah Utara dan Selatan tetap menjadi daerah awal orang Abung saat ini. Di Utara, di seberang rawa-rawa Tulang Bawang, di sungai besar Mesudji mulai muncul area pemukiman Melayu Palembang dengan budaya tinggi di selatan. Jadi, Barat dan Barat Laut tetap menjadi daerah asal habitat yang ada sekarang ini.
Seperti bisa saya temukan pada masyarakat Abung dari semua suku yang sadar akan sejarah dataran rendah ini, mereka semua sepakat bahwa leluhur mereka pernah mengembara memasuki tempat tinggal mereka sekarang ini. Selanjutnya dari pernyataan-pernyataan tidak ada kesepakatan tentang kapan pendudukan itu terjadi. Informasi tentang daerah asal-usul juga berbeda-beda sehingga penyampaian informasi ini tidak bisa digunakan untuk analisis ilmiah. Baru setelah upaya yang lebih lama dilakukan bisa diketahui bahwa di dalam hubungan dengan daerah asal orang Abung yang tidak diketahui disebutlah satu nama yang telah didengar oleh Reisiden du Bois pada awal abad sebelumnya dan Kontroler Canne pada tahun 1860. Para Pejimbang, para kepala adat masyarakat Abung menceritakan kepada saya bahwa masyarakatnya pernah ....

II. MASA MEGALITIKUM 

A. Masyarakat Megalitikum di Pegunungan 

Di dalam penelitian-penelitian tentang daerah asal orang Abung telah jelas makna besar apa –di dalam pengertian sejarah Abung—yang berhubungan dengan masyarakat megalitikum protohistorik yang ditemukan di banyak tempat yang tersebar di seluruh pegunungan. Di sana temuan-temuan ini memungkinkan kami menarik kesimpulan penting berhubungan dengan daerah yang sangat mungkin pernah dipilih oleh para pemburu kepala sebagai tempat tinggal. Sebelum kami memulai pembahasan sejarah budaya masa hidup masyarakat Abung sebelumnya, penting kiranya membicarakan secara luas lapangan-lapangan megalitikum dan tempat-tempat sesaji dengan lapangan dan tempat-tempat sesaji mana masyarakat megalitikum di pegunungan yang telah dikenal sebelumnya juga dibahas.
Seperti telah disebutkan, masyarakat-masyarakat megalitikum ini terkonsentrasi di bagian barat pada tiga derah.1 Ada dataran tinggi Kenali di Tenggara Laut Ranau. Di sana terdapat banyak peninggalan megalitikum yang berdiri sendiri-sendiri di bagian Timur dataran tinggi di sekitar kampung Batuberak dan Kenali yang namun demikian melalui tradisi penduduk daerah itu di masa sekarang yang terkait dengan peninggalan-peninggalan itu memiliki arti yang sangat penting untuk sejarah budaya masyarakat Abung yang pernah tinggal di wilayah ini. Di lembah sungai Wai Pitai di bagian Timur pegunungan tengah ditemukan lapangan megalitikum besar yang terdiri dari lima lapangan terpisah yang dengan lempeng-lempeng batu monumental dan menhir berbentuk tugu ditariknya kesimpulan-kesimpulan penting tentang gaya hidup kelompok-kelompok masyarakat yang telah mendirikan monumen ini. Peninggalan megalitikum ketiga terletak di pegunungan selatan, tidak jauh dari Gunung Tanggamus. Di sana di kedua sisi Wai Ilahan atas terdapat dua lapangan menhir yang sangat luas. Di Tangkit Kurupan ditemukan sebuah lorong menhir yang sesuai dengan tata letaknya mungkin dahulu terdiri lebih dari 64 tiang batu dan sekarang paling tidak masih memiliki 27 objek. Tidak jauh dari tepi kanan sungai Ilahan akhirnya terdapat lapangan menhir Talangpadang, yang ditemukan dan sudah dijelaskan oleh van der Hoop beberapa puluh tahun lalu. Dahulu tentu saja masih belum mungkin untuk menyatakan sesuatu tentang asal-usul megalitikum ini. Sekarang kita tahu, ...

No comments: